www.cahayaberita.id – Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) untuk Tahun Anggaran 2026. Dalam rencana ini, telah dipertimbangkan penerapan tarif 19 persen untuk impor dari Indonesia ke Amerika Serikat, yang menjadi perhatian banyak pihak terkait dampaknya terhadap ekonomi domestik.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menjelaskan bahwa pemerintah memperhitungkan dengan cermat berbagai faktor global dan domestik. Hal ini penting untuk memastikan bahwa anggaran yang disusun dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Febrio juga menekankan bahwa hasil dari negosiasi dagang yang dilakukan pemerintah telah memberikan dampak positif terhadap sektor manufaktur domestik. Dengan pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya diperkirakan lemah, kini optimisme mulai bangkit dan pemerintah yakin bisa mencapai pertumbuhan di atas 5 persen pada paruh kedua tahun 2025.
Pertumbuhan Ekonomi dan Proyeksi 2026
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan bisa berkisar antara 5,2 hingga 5,8 persen pada tahun 2026. Angka ini ditetapkan dalam asumsi dasar ekonomi makro yang sudah disepakati pemerintah dan DPR, dan menjadi landasan dalam penyusunan RAPBN ke depan.
Selain itu, inflasi juga diproyeksikan dalam rentang 1,5 hingga 3,5 persen, yang menunjukkan stabilitas harga pada tahun-tahun mendatang. Usaha menjaga inflasi tetap rendah menjadi salah satu fokus utama pemerintah demi kesejahteraan masyarakat.
Dari sisi nilai tukar, pemerintah menetapkan target antara Rp16.500 hingga Rp16.900 per dolar AS, yang mencerminkan petunjuk yang realistis mengingat fluktuasi pasar global. Ketidakpastian nilai tukar mempengaruhi berbagai sektor, terutama di bidang ekspor-impor.
Tarif Impor dan Negosiasi Dagang Internasional
Tarif 19 persen untuk impor yang disepakati antara Indonesia dan Amerika Serikat merupakan hasil dari negosiasi yang mendalam. Negosiasi ini melibatkan dialog antara pemimpin kedua negara, yang mengindikasikan adanya kesepakatan yang strategis dan mengikat.
Kesepakatan ini diharapkan dapat memperkuat hubungan bilateral antara Indonesia dan AS, serta memberikan kejelasan bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam perdagangan internasional. Selain itu, perusahaan lokal juga diharapkan dapat bersaing lebih baik di pasar internasional dengan dukungan kebijakan yang pro-aktif.
Namun, pelaksanaan tarif ini tentu menjadi tantangan tersendiri, karena perusahaan-perusahaan perlu menyesuaikan strategi bisnis mereka. Dengan adanya kejelasan mengenai tarif, diharapkan akan ada stabilitas dalam perencanaan jangka panjang bagi para pelaku pasar.
Asumsi Ekonomi Makro yang Mendukung RAPBN 2026
Asumsi dasar yang disepakati oleh pemerintah dan DPR merupakan landasan penting dalam penyusunan RAPBN 2026. Dalam rapat tersebut, berbagai indikator ekonomi dibahas secara detail untuk memastikan bahwa proyeksi yang dibuat dapat dicapai.
Salah satu poin penting adalah harga minyak mentah, yang diproyeksikan berada dalam kisaran 60 hingga 80 dolar AS per barel. Ini menjadi pertimbangan penting mengingat Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak, dan fluktuasi harga minyak dapat mempengaruhi pendapatan negara.
Selain itu, lifting minyak mentah dan gas bumi juga dijadwalkan pada angka yang diperhitungkan, yaitu masing-masing 605-620 ribu barel per hari untuk minyak dan 953-1.017 ribu barel setara minyak per hari untuk gas. Data ini menjadi acuan dalam mengoptimalkan produksi energi nasional.