www.cahayaberita.id – Kasus pembunuhan jurnalis, Juwita (23), asal Banjarbaru, Kalimantan Selatan, mengguncang dunia pers dan masyarakat setempat. Keluarga korban merasa sangat kecewa akibat keputusan Oditurat Militer (Odmil) III-15 Banjarmasin yang tidak menuntut pidana mati terhadap terdakwa, Prajurit TNI AL Kelas Satu Jumran.
Kuasa hukum keluarga, Muhamad Pazri, menegaskan bahwa tindakan terdakwa merupakan sebuah perencanaan matang yang layak dihukum setimpal. Harapan keluarga adalah agar keadilan dapat ditegakkan, tetapi mereka merasa bahwa tuntutan yang ada terlalu rendah.
Dalam pandangan Pazri, seharusnya terdakwa mendapatkan hukuman berat, mengingat statusnya sebagai aparat negara. Ia menyebutkan bahwa dalam kasus-kasus serupa, masyarakat sipil sering kali dijatuhi hukuman mati, sehingga ada kesan ketidakadilan jika terdakwa tidak mendapatkan hukuman yang sama.
Reaksi Keluarga Korban terhadap Tuntutan yang Diajukan
Keluarga korban menyatakan bahwa mereka sangat kecewa dengan tuntutan pidana seumur hidup bagi terdakwa. Pazri menjelaskan bahwa tidak ada fakta yang mengurangi keparahan tindakan terdakwa selama proses persidangan.
Rasa frustrasi keluarga semakin dalam ketika mereka melihat bahwa rekomendasi dari Komnas HAM dan LPSK RI sudah ada, tetapi tetap tidak mengubah keputusannya. Keluarga merasa diabaikan dalam proses hukum ini.
Pazri juga menyebutkan bahwa sebelum sidang tuntutan, keluarga telah mengirim surat kepada Odmil Banjarmasin meminta agar hukum yang lebih berat diterapkan. Surat tersebut diharapkan dapat menjadi tanda adanya dukungan luas untuk menuntut keadilan bagi Juwita.
Proses Hukum yang Dijalani dan Penyampaian Tuntutan
Sidang yang berlangsung di Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin menjadi momen penting bagi keluarga korban. Dalam sidang tersebut, Odmil Banjarmasin menuntut terdakwa Jumran dengan pidana seumur hidup.
Letkol CHK Sunandi, kepala Odmil Banjarmasin, menyatakan bahwa terdakwa secara
sengaja telah merencanakan pembunuhan tersebut. Tuntutan ini dianggap sebagai langkah yang diperlukan untuk menegakkan hukum dengan tegas.
Sunandi menegaskan bahwa perbuatan Jumran harus dihukum, tanpa adanya alasan pemaaf. Dalam pandangannya, tindak pidana ini menunjukkan bahwa keadilan harus ditegakkan, terlepas dari status sosial terdakwa.
Detail Peristiwa Pembunuhan dan Temuan Awal
Pembunuhan jurnalis Juwita terjadi di Jalan Trans Gunung Kupang pada 22 Maret 2025. Jasadnya ditemukan tergeletak di tepi jalan oleh warga sekitar.
Pada saat penemuan, sepeda motor milik Juwita terlihat di sampingnya, namun tidak ada tanda-tanda kecelakaan. Warga yang melihat langsung mulai meragukan bahwa ini adalah kecelakaan tunggal.
Pada leher korban terdapat luka lebam yang mengindikasikan bahwa ada tindakan kekerasan di balik kematiannya. Selain itu, ponsel Juwita juga tidak ditemukan di lokasi, menambah keanehan dalam kasus ini.
Juwita bekerja sebagai jurnalis di media daring lokal dan telah lulus uji kompetensi sebagai wartawan muda. Kehadirannya di dunia pers membuat kasus ini sangat menggugah perhatian, baik di kalangan jurnalis maupun masyarakat umum.
Keluarga berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk menjaga keselamatan jurnalis yang berjuang menyampaikan kebenaran. Tuntutan keadilan ini bukan hanya untuk Juwita, tetapi juga untuk seluruh jurnalis yang berisiko dalam menjalankan tugas mereka.